Kisahku yang pilu

Kutulis untuk dia dan bagimu yang sedang membenci karena rasa
Hari ini aku datang padamu. Karena aku tau kaulah yang paling bijaksana, dan paling pantas untuk mendengar lirih hidupku. Teman…! Maukah engkau mendengar kisahku…? Kisah pilu yang membuat air mataku mengalir membasahi asa yang semu. Kisah tangis yang mengharu biru hingga membuat remuk redam hatiku.
Kisah yang sebentar lagi akan kuceritakan padamu, bukan hanya sekedar permainan kata atau hanya prosa yang bertabur metafora. Tapi juga rasaku, haruku, tangisku, perihnya hatiku, perjuanganku dan kesabaranku dari harapan-harapan semu serta impian-impian hidupku. Teman, dengarkanlah dan bayangkanlah jika engkau berada pada posisiku.
“Dulu, aku menyukai seorang wanita hingga rasa itu berubah menjadi petaka. Semua itu berawal dari canda dan hayalan yang tak pernah terlintas dan terpikirkan sebelumnya. Dulu ia mengatakan ia sayang padaku, setia padaku, mau mengerti diriku dan akan selalu menemani dalam segala kekuranganku.
Tapi, ternyata itu dusta, itu palsu, itu bohong dan hanyalah bualan-bualan yang membuatku tersenyum sesaat dan setelah itu termenung untuk selamanya. Teman, taukah engkau betapa sialnya hidupku…? Saat aku mulai menaruh rasa kepadanya dengan setulus hati, menyayanginya dengan penuh keikhlasan, dan berharap menjadi pendamping sejatinya. Saat itulah ia menggoreskan luka yang teramat parut dalam hidupku. Ia membuat mataku sembab, resah, sedih, dan gelisah hingga aku tak sanggup menahan butiran kristal jatuh dari mataku. Ia memaksaku menangis,ia benar-benar membuat ku terisak.
Teman, taukah engkau luka seperti apa yang telah ia goreskan padaku…? Luka itu sangat teramat sakit, sebuah luka yang tak akan pernah sembuh dan hilang sakitnya walau samapi aku mati dan tulang-tulangku berserakan serta menjadi hilang di telan zaman. Padahal aku benar-benar menyayanginya, benar-benar ingin melindunginya. Tapi kenapa, kenapa ia melakukan semua ini padaku…? Entahlah, mungkin ini memang takdirku.”
Aku pernah bertanya kepadanya, kenapa ia melakukan semua ini padaku…? Namun, ia hanya terdiam membisu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun padaku. Namun, saat ku lihat tatapan matanya seakan ia berucap:
” Maaf, aku tidak mencintaimu. Ternyata rasa sayangku padamu hanya sebuah ephemeral semu belaka. Aku hanya melakukan pelarian dari cintaku, ku kira engkau adalah tempat yang pas untuk ku singgahi, ternyata bukan.”
Sungguh, jawaban dari tatapan yang membuat ku pilu hingga tenggorokanku tersumbat sampai tak sepatah katapun keluar dari mulutku, betapa kecewanya hatiku saat itu.
Teman, jika kau benar-benar berada pada posisiku saat itu, apa yang akan kau lakukan? Apakah engkau akan membencinya, membalas menyakitinya atau hanya sekedar mambuat ia tak mau lagi memalingkan wajahnya padamu karena kau mempermalukannya di depan teman-temanya? Benarkah itu teman…? Kalau memang benar, bantulah aku untuk melakukannya.
Apa yang terjadi padaku…? Kenapa aku? Padahal ia telah menyakitiku, menyayat-nyayat hatiku, menodai ketulusanku dan membuat jiwaku merintih kesakitan. Tapi aku tak mampu membalas walau hanya sekedar membencinya. Aku benar-benar bingung dengan diriku. Teman, taukah engkau apa yang sedang menerpaku…? Bisakah engkau menjawabnya…?
Teman, yang harus kau tau andai bukan dia yang melakukan semua ini padaku, pastilah akan kubalas ia dengan segala yang ada padaku, akan ku ajak semua teman-temanku dan seluruh manusia yang ada untuk membantuku. Akan ku pacu adrenalin yang bekerja pada otak dan akan kucari ilmu agar pikiranku mampu menemukan sebuah cara supaya ia bisa merasakan apa yang kurasa bahkan lebih dari itu. Akan ku buat ia menyesal karena telah menyakitiku, akan ku sayat-sayat hatinya sampai tak terbentuk lagi. Akan kuhancurkan perasaanya serta pasti ku goreskan luka yang lebih menyakitkan melebihi luka yang aku rasakan karena memang begitulah yang harus ia rasakan. Betapa aku ingin melakukannya.
Teman, aku sudah menceritakan sepenggal lara dukaku. Aku sudah memperlihatkan dihadapan mu betapa sakitnya hatiku dan mendengarkan balasan wanita itu terhadap kesungguhan rasaku. Sekarang izinkanlah aku bertanya. Bagaiman pendapatmu tentang wanita itu…? Jujur…!!! Tolong ceritakan padaku!!! Hey, kenapa kau diam…? Coba tatap aku! Ceritakan sebaris kalimat tentang dia melalui binaran matamu yang mulai berkaca-kaca itu…
“Baiklah temanku, jujur aku pilu mendengar nya betapa kejamnya wanita itu. Ya…! Ia sadis dan sangat tak berprasaan. Aku sangat kasihan padamu. Ia menghancurkan ketulusanmu, ia seakan tidak mempunyai hati, ia tak pantas mendapatkan kasih sayang dari siapa pun. Ia membuatku ingin menamparnya bila aku bertemu dengannya sekarang. Bersabarlah kau akan temukan wanita yang lebih baik darinya dan aku akan membantumu membalas rasa sakit yang kau rasakan.”
Teman, apakah engkau menangis? Air matamu berlinang membasahi pipimu itu. Hentikan itu…! Tersenyumlah! Biar aku saja yang menangis, dan terima kasih kau telah menjawab pertanyaan ku.
Mungkin bagimu ia sangat kejam, sangat tak berperasaan. Tapi bagiku ia hanya wanita biasa yang sedang mencari cinta walaupun caranya memndapatkan itu sangat membuatku terpasung dalam penjara kesedihan. Tetapi aku masih mengharapkannya, aku masih mau berkorban untuknya dan juga masih mau merelakan perasaanku untuknya asalkan itu membuatnya bahagia. Sekarang aku tersenyum dalam kesedihan, tertawa dalam tangisan dan bertahan dalam kelemahan.
Aku yakin setelah kau dengarkan apa yang ku ucapkan tadi kau pasti berfikir aku ini adalah lelaki yang bodoh, goblok dan mau dipermainkan begitu saja oleh seorang wanita yang tak pantas disayangi oleh siapapun. Awalnya aku juga berpikir demikian, betapa bodohnya aku ini. Namun, lambat laun aku mengerti apa yang sedang aku alami. Saat aku sedang meratapi nasib dan menangis hingga bajuku basah, aku tertidur sampai bermimpi. Di dalam dekapan maya itu aku mendengar percakapan dua makhluk yang memberitahukan apa yang sedang aku rasakan. Mereka memberi jawaban atas kebingunganku karena aku tidak bisa membenci wanita itu.
“Apa yang mereka katakana? Ceritakan padaku!”
Apa benar kau mau mendengarkannya? Baiklah… dengarkanlah dan tersenyumlah!
Pikiran : Aku ingin bertanya padamu tentang yang kau rasakan, setelah perasaan kecewa itu menyayat tubuhmu yang sangat rapuh itu ?
Hati : Mungkin dirimu mengira aku ini rapuh dan mudah terluka. Engkau salah wahai pikiran… walau goresan kekecewaan mencincang-cincang tubuhku, aku tetap tegar dan tak kan mati. Walaupun pedang yang menyayatku itu dilumuri racun. Aku mempunyai kekuatan yang tak pernah engkau tau. Kekuatan itu selalu melindungiku, menghiburku dan mengobati lukaku. Taukah itu apa ?
Pikiran : Tidak! Apa itu hati? Ceritakan padaku…!
Hati : Aku mengira engkau mengetahuinya. Aku kira ilmu yang ada padamu bisa memahaminya, ternyata tidak…
Pikiran : Sudahlah… Jangan menghinaku!!! Ceritakan!
Hati : Kekuatan itu adalah cinta…
Pikiran : Cinta….?? Apa hebatnya dia …??
Hati : Sungguh kasihan engkau wahai pikiran. Cinta itu adalah kekuatan sejati yang menyatu denganku, karena ia adalah rasa yang suci dan tidak bercampur nafsu, karena ia murni bukan seperti nafsu yang ada pada nueron-nueronmu.
Pikiran : Ah…!! Kau hanya membual… Mana adayang seperti itu ?? Paling itu cuma caramu untuk menutupi penderitaanmu.
Hati : Tidak…!! Itu benar ada…
Pikiran : Apa buktinya?
Hati : Coba tanyakan pada dia…!!!
Pikiran : Siapa dia?
Hati : Dia adalah pecinta sajati, yang pada dirinya mengalir darah kasih sayang dan langkahnya selalu menebar kehangatan.
Pikiran : Itulah… Siapa dia?
Hati : Sel-selmu sudah tua ya? Seharusnya kamu tau dia.
Pikiran : Jangan buat aku marah! Kalau dia memang seperti yang kau katakana, aku akan coba mendekati dan memahami kekuatan yang kau katakana itu. Lekas ceritakan padaku, jangan buat aku penasaran!
Hati : Baiklah… Dia adalah manusia…
Pikiran : Apa? Apakah engkau tidak salah wahai hati?
Hati : Tidak.!
Pikiran : Bukankah manusia itu adalah makhluk yang tidak mengerti apa-apa? Dia selalu mengembangkan keegoisannya. Dia tak pernah mau mengerti apa yang dirasakan oleh makhluk-makhluk yang menderita karena tingkah lakunya. Asal engkau tau wahai hati, ia mungkin lebih busuk dariku, lebih dariku dan lebih mementingkan nafsu.
Hati : Engkau keliru pikiran. Tak semua yang engkau katakana itu benar. Manusia adalah makhluk yang paling mulia. Dia selalu menebar kasih sayang kepada sesama.
Pikiran : Benarkah itu? Setauku mereka kejam, saling menzalimi dan sangat mengerikan. Apa benar kekuatan itu ada pada mereka?
Hati : Ya benar…
Pikiran : Tapi, mengapa bisa kekuatan itu ada pada mereka?
Hati : Harus berapa kali diriku mengatakannya kepadamu? Mereka itu adalah makhluk yang suci, yang baik dan selalu berbaik hati.
Pikiran : Aku tidak percaya… Coba engkau lihat, hancurnya kasih sayang karena dia!
Hati : Benar…!!! Tapi, manusia yang kau katakan itu adalah manusia yang di jiwanya sudah kehilangan cinta.
Pikiran : Kenapa bisa?
Hati : Itu semua karena nafsu dan keegoisan…
Pikiran : Apa??? Janganlah kau menghinaku, nafsu dan keegoisan adalah teman baikku.
Hati : Serius??? Teman-temanmu itu sudah menghancurkan kasih sayang. Mereka biadab.
Pikiran : Kalau itu memang benar, apa yang harus aku lakukan pada teman-temanku itu??
Hati : Tinggalkanlah mereka…!!! Karena mereka membuat dirimu kelihatan hitam legam.
Pikiran : Baiklah, tapi sebelum itu tolong tunjukkan padaku salah satu manusia yang sangat mulia itu.!
Hati : Nabi Muhammad SAW…
Pikiran : Kalau itu aku tau, ia memang manusia yang sangat luar biasa.
Hati : Trus apa lagi?
Pikiran : Maksudku manusia yang hidup di zaman sekarang. Apakah masih ada?
Hati : Itulah masalahnya… Aku juga masih belum tau. Tapi aku yakin, dia pasti ada. Dan aku yakin pula yang sedang melihat kita juga pasti punya cinta
Aku sudah menceritakannya padamu, percayakah engkau…? Aku sadar ternyata apa yang telah aku rasakan kepada wanita itu adalah kekuatan yang maha dahsyat. Ya… kekuatan itu adalah cinta. Jujur, tak pernah terbayangkan olehku lelaki sehina diriku ini bisa mempunyai rasa itu. Aku sungguh bersyukur… Bagiku cinta itu sangat suci. Aku tidak akan menyia-nyiakan rasa yang sudah menyatu dalam diriku dan juga tak akan pernah mengubah rasa itu menjadi benci. Aku akan tetap mempertahankannya hingga ia mengerti dan hingga ia sadari rasa itu tulus untuknya.
Sekarang aku hanya bisa berharap apa yang kurasakan bisa pula dirasakan oleh wanita itu. Lagi pula banyak petualang cinta yang mengatakan cinta itu tak harus memiliki. Awalnya aku tak setuju, namun sekarang aku mengerti. Bagiku, bahagianya adalah bahagiaku walau itu akan sedikit menyakiti. Akan kukorbankan apapun yang kumiliki untuk cintaku, yaitu untuknya.Karna semua ini resiko menyentuh cinta.
Andai rasa ini adalah rasanya…

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar anda di sini "but no SPAM,sara,or porno list because I will erase it"